Beranda | Artikel
Review Majalah Pm Edisi 30: komersialisasi Idul Fitri
Selasa, 1 April 2014

Majalah Pengusaha Muslim edisi 30 mengusung topik “Komersialisasi Idul Fitri“. Dari judul besarnya saja, para pembaca harusnya sudah bisa menebak materi apa yang akan dibahas di dalamnya. Ada tulisan yang mengkaji tentang lebaran ketupat, tentang cara merayakan idul fitri, tentang “fiqh mudik”, zakat fitri, analisis ilmiah terhadap pergerakan ekonomi umat di hari raya, seni meninggalkan ramadhan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Surprise dari Abang Tukang Becak

Sebelum masuk ke bahasan pokok terkait topik besar Majalah PM edisi 30, saya ingin mengajak Anda untuk langsung ke halaman 66 terlebih dahulu. Di situ sudah ada Prof. Dr. M. Suyanto, MM. yang hadir menyapa dengan tulisannya, “Belajar dari Pengemudi Becak”. Dalam tulisan berbentuk narasi ini, pendiri AMIKOM ini menceritakan tentang beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kehidupan para abang becak, khususnya dari cara mereka berterima kasih dan cara mereka membalas kebaikan para penumpangnya. Percayalah, Anda akan terharu dibuatnya. Di samping itu, Anda juga harus siap untuk dibuat sedih saat membaca pengalaman pribadi si penulis artikel ketika melihat aksi sweeping abang becak yang dilakukan oleh aparat Satpol PP di sebuah kota. Membaca narasi sang profesor laksana menonton sebuah drama di televisi, sungguh mengharu biru. Setelah membaca tulisan ini, saya berharap kita semua akan lebih hormat kepada abang becak, di manapun mereka berada. 

Dari halaman 66, kita langsung beranjak ke halaman 11, di sini sudah ada Kholid Syamhudi, Lc. yang menunggu kita dengan rubrik kontroversinya. Sebuah artikel dengan judul “Tradisi Bermasalah: Mudik dan Bermaaf-maafan“. Melalui tulisan ini, penulis hendak mengajak kita sejenak menyelami beberapa kaidah di balik dua tradisi ini. Sebagai pembaca, terus terang saja saya agak terkejut setelah sang penulis memberi tahu bahwa pengkhususan minta maaf pada hari raya merupakan sesuatu yang tidak benar. Sebagai agama, Islam justru mengajarkan umatnya untuk sesegera mungkin minta maaf bila menyadari kesalahannya, jadi tidak perlu harus menunggu jatuh tempo satu tahun sekali. Pun begitu dengan mudik, mudik sejatinya merupakan perkara yang mubah, namun bisa berbalik menjadi bid’ah manakala tradisi ini dianggap sebagai suatu keharusan dan menjadi bagian dari ajaran Islam. Subhanallah, sebagai seorang perantau yang sudah melakoni tradisi mudik sejak 9 tahun lalu, saya benar-benar tercerahkan dengan tulisan ini. Baru tahu gua ….

Ingin yang lebih kontroversial lagi? Silahkan menuju halaman 28. Di rubrik Konsultasi Syariah, ada Dr. Muhammad Arifin Badri dengan tulisannya: “Tidak ada Syariat pada Lebaran Ketupat“. Dari judulnya kita semua mungkin sudah bisa menerka inti dari penyampaian beliau. Kajian tentang hukum lebaran ketupat biasanya cenderung populer di akhir-akhir ramadhan, khususnya di tempat-tempat yang menyelenggarakan tradisi ini seperti di sebagian besar kota yang ada di Pulau Jawa atau bahkan di daerah Gorontalo yang di beberapa titiknya banyak dihuni oleh suku Jawa-Tondano yang sampai hari ini masih melestarikan adat ini. Di beberapa masjid pada ramadhan tahun lalu, saya sering mendengar ceramah seputar boleh tidaknya seorang muslim ikut serta dalam kegiatan seperti lebaran ketupat ini. Ada penceramah yang membolehkan asal dengan niat sekedar silaturahim, tapi ada juga yang benar-benar melarang untuk ikut-ikutan. Terlepas dari perselisihan tersebut, hampir semua penceramah sepakat bahwa lebaran ketupat adalah tradisi yang tidak berakar dari sunah Rasulullah dan para sahabat. Setelah membaca artikel dari Ustad Muhammad Arifin Badri, saya rasa kita semua memang tidak bisa menyangkal beliau kalau lebaran ketupat sejatinya bukanlah hari raya. Hanya adat, bukan syariat. 

Tenang Melepas Ramadhan

Dengan datangnya Syawal nanti, maka berlalulah bulan Ramadhan kali ini. Sedih tidak sedih, Ramadhan harus izin dulu untuk pergi. Selama 30 hari di dalamnya, kita semua bisa mengevaluasi diri, sampai di mana kuantitas dan kualitas ibadah kita. Adakah peningkatan ketimbang Ramadhan tahun sebelumnya? Lalu bagaimana sikap dan perilaku kita selepas Ramadhan? Terkait hal ini, Majalah PM edisi 30 sudah menyiapkan sebuah tulisan apik dari Ustad Zainal Abidin Lc. di halaman 54 dengan judul “Mengasah Istiqomah Pasca Ramadhan“. Melalui artikel ini, sang ustad mengajak kita untuk menguatkan proses evaluasi diri agar ketekunan kita selama beribadah di bulan Ramadhan bisa dipertahankan hingga masuk ke ramadhan berikutnya. Selain itu, ustad yang juga alumnus Fakultas Syariah King Saud University ini membujuk kita untuk menghadirkan efek-efek ibadah ramadhan di tengah-tengah kehidupan kita sehari-hari, khususnya sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Masa’ iya sih hamba Allah yang berpuasa dan rajin solat tarawih hobi ghibah? Nah lho …..

Selain artikel yang sudah saya bahas di atas, Majalah PM edisi 30 kali ini masih menyimpan banyak mutiara yang sangat baik untuk dibaca. Beberapa diantaranya sangat bermanfaat untuk menguatkan motivasi ibadah kita, namun beberapa lainnya lebih cenderung sebagai penambah ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang umat Islam dan beberapa fenomena di sepuatar perayaan idul fitri di negara kita. Kalau tertarik dengan semua fenomena tersebut, siapkan uang dengan jumlah 25 ribu rupiah, karena itulah banderol harga majalah tercinta kita ini. Sekian dari saya dan selamat membaca. 

Semoga bermanfaat. Insyaallah.

Shop Majalah Pengusaha Muslim


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3093-review-majalah-pm-1641.html